16 Feb 2010

Jurnal belajar + PF

JURNAL BELAJAR DAN PORTOFOLIO

SEBAGAI SARANA ASESMEN AUTENTIK

DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DAN SAINS1


Oleh: Herawati Susilo2


Jurnal belajar dan portofolio dapat dipilih guru sebagai sarana asesmen autentik dalam pembelajaran MIPA. Jurnal belajar membantu siswa mengorganisasi hasil pemikirannya secara eksplisit dalam bentuk gambar ataupun tulisan. Pada mulanya jurnal belajar cenderung berisi deskripsi kegiatan dan tugas namun lama kelamaan ini dapat menjadi sarana memikirkan bagaimana mereka belajar. Melalui jurnal belajar siswa dapat menemukan strategi belajar yang paling tepat, cara-cara meningkatkannya serta cara menjajagi pemecahan masalah, pada gilirannya siswa menjadi pebelajar mandiri yang lebih baik. Beberapa hal yang dapat ditulis dalam jurnal belajar adalah gambar atau sketsa dengan komentar, pertanyaan yang ingin dijawab beserta jawabannya, hasil pengamatan, pertanyaan “andaikan ………”, sketsa dan catatan mengenai model, peta pikiran, pemikiran tentang apa yang menarik dalam kelas MIPA, apa masalah sulit yang ingin dipecahkan dan catatan hal menarik tentang berita di Koran atau TV. Rubrik penelitian jurnal dapat dikembangkan sendiri oleh guru berdasarkan kesepakatan dengan siswa.

Portofolio adalah kumpulan bukti hasil kinerja yang dikumpulkan untuk tujuan tertentu dalam waktu tertentu. Perlu dibedakan antara perancang portofolio dan pengembang portofolio. Juga perlu dibedakan antara tujuan penyusunan portofolio dengan pemanfaatan portofolio. Dalam mengembangkan portofolio perlu dipikirkan mengenai bukti apa yang dikumpulkan, apa yang dapat dihitung sebagai bukti, dan bagaimana pengaturan bukti-bukti tersebut. Isi portofolio dalam pembelajaran Matematika dan Sains dapat dinilai menurut kategori apakah menunjukkan keterampilan berpikir dan kreativitas dalam MIPA, penggunaan metode ilmiah, penemuan dan model yang dikembangkan, keterkaitan MIPA dengan mata pelajaran lain, hasil-hasil bacaannya dalam bidang MIPA, serta keterampilannya menentukan tujuan pembelajaran dan penilaian diri sendiri. Standar untuk menilai, memberi skor, dan memanfaatkan portofolio dalam menentukan nilai akhir dapat dikembangkan sendiri oleh perancangnya dan dapat didiskusikan bersama dengan pengembangnya.

Mahasiswa atau siswa yang mengembangkan portofolio memiliki keunggulan dibandingkan yang tidak karena dalam dirinya terbentuk tanggung jawab untuk belajar, menyelesaikan tugas, dan mengevaluasi diri sendiri. Pengembangan portofolio dalam pembelajaran sangat menghabiskan waktu dan tenaga dan sebagai alat penilaian, sulit membandingkan portofolio yang satu dengan lainnya, namun dengan portofolio dosen atau guru dapat mengungkap dan mengidentifikasi kekuatan mahasiswa/siswa serta memberikan kesempatan kepada mereka untuk menunjukkan apa yang telah mereka ketahui. Portofolio juga dapat digunakan untuk memacu motivasi belajar, motivasi meneliti mahasiswa/siswa, dan dalam pengembangannya dapat mengakomodasi perbedaan minat, sikap, serta cara belajar mereka. Guru diharapkan menyingkirkan segala hambatann penggunaannya dan mulai mencobanya.


Kata-kata kunci: jurnal belajar, portofolio, MIPA.


Jurnal dan portofolio merupakan dua “alat baru” yang sebaiknya digunakan dalam pembelajaran MIPA yang berdasarkan KBK. Jurnal sangat membantu siswa dalam mempelajari sains secara mandiri yaitu sebagai sarana refleksi dan introspeksi diri. Dengan mengisi jurnal siswa dapat berlatih berpikir mengenai mengapa dia melakukan sesuatu, selain itu juga dapat digunakan untuk menuliskan pertanyaan, pertambahan wawasan, catatan keberhasilan ataupun kekecewaan. Jurnal juga dapat digunakan untuk mencatat “sejarah” proses pembelajaran atau penyelesaian suatu karya yang mencerminkan pertumbuhan dirinya dalam mengembangkan kecakapan berpikir atau kecakapan memecahkan masalah. Menurut Glencoe (1999) siswa yang tidak memiliki jurnal belajar cenderung untuk cepat-cepat menyelesaikan tugasnya yang perupa tugas tertulis sehingga cepat beres tugasnya. Siswa yang memiliki jurnal belajar cenderung tidak seperti itu karena mereka akan memiliki sikap yang lebih bijaksana terhadap tugas tertulis dan dalam perjalanan waktu akan lebih hati-hati belajar sains.

Portofolio seringkali menjadi “momok” bagi guru yang sangat terbiasa dengan tes “kertas dan pena”, yang enggan untuk mempelajari asesmen alternatif yang bernama portofolio ini karena tentu akan menambah tugas guru membaca. Memang dengan adanya kurikulum baru, tugas guru MIPA sudah makin bertambah berat dan kompleks karena tetap diharapkan dapat mengajarkan MIPA secara kontekstual dengan baik dan tidak hanya mengases produk atau hasil belajar saja, tetapi juga proses dan progress (perkembangan siswa) dengan, menyajikan pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, menarik, dan menyenangkan. Ironisnya, justru kalau guru mau mempelajari dan menggunakan portofolio (dan jurnal belajar) sebagai sarana asesmen alternatif, dengan mudah guru akan dapat melaksanakan “tugas membaca” (dan mempelajari materi pembelajarannya sendiri) sekaligus mengases proses belajar dan perkembangan siswa dalam waktu tertentu. Valdez (2001) menyatakan bahwa asesmen dengan portofolio merupakan alat yang sangat bermanfaat dalam semua bidang studi, termasuk Sains. Portofolio yang baik membantu guru untuk melacak perkembangan siswa dan memungkinkan siswa menganalisis atau merefleksikan kekuatan dan kelemahan mereka dan memanfaatkan informasi ini untuk meningkatkan kinerjanya. Banyak guru menganggap portofolio siswa banyak memakan tempat dan hanya memboroskan waktu, tapi kalau tahu “resep”nya, menurut Valdez (2001) mestinya tidak demikian.

Makalah ini akan membahas Apa Jurnal Belajar itu, Mengapa Siswa Perlu Menggunakan Jurnal Belajar, dan Bagaimana Merancang Penugasan Jurnal Belajar, Bagaimana Menilai Jurnal Belajar. Pembahasan mengenai portofolio dalam makalah ini meliputi bagaimana perancangan dan pengembangannya, apa tujuan dan pemanfaatannya, bagaimana struktur dan isinya, bagaimana penyekorannya, apa implikasi pengembangannya bagi siswa/mahasiswa, serta apa implikasinya dalam pembelajaran MIPA. Selain itu juga membahas Masalah yang Dihadapi Guru dalam Penggunaan Jurnal Belajar dan Portofolio serta Saran-Saran Penulis mengenai Penggunaan Jurnal Belajar dan Portofolio.


Apa Jurnal Belajar MIPA Itu?

Suatu jurnal belajar adalah tulisan yang dibuat siswa untuk mencatat apa yang telah dipelajarinya. Jurnal yang dimaksud di sini adalah semacam kombinasi antara catatan sekolah dan buku harian, yang berisi tulisan mengenai pembelajaran. Menurut Glencoe (1999) jurnal belajar dapat digunakan untuk mencatat dan merangkum bahan atau materi kunci yang dipelajarinya, termasuk perasaannya dalam mempelajari MIPA atau terhadap MIPA, kesulitan atau keberhasilannya dalam memecahkan suatu masalah atau mempelajari suatu topik, atau catatan atau komentar apa pun yang ingin mereka tulis. Isian dalam jurnal ini sangat cocok bila dimasukkan dalam atau dijadikan salah satu kelengkapan bukti belajar dalam asesmen portofolio.


Mengapa Siswa Perlu Menggunakan Jurnal Belajar?

Penggunaan jurnal membantu siswa berlatih dan mengembangkan keterampilan menulisnya. Penulisan jurnal dapat membantu siswa mempelajari (dan menyiapkan diri untuk ujian) karena jurnal dapat meningkatkan keterlibatan siswa dalam mempelajari pelajarannya, memperjelas pemikiran yang masih kabur, membantu memecahkan masalah, dan menggalakkan siswa untuk berpikir secara kritis. Ketika menulis di dalam jurnalnya, pembelajaran menjadi miliknya secara individu. Meskipun penulisan jurnal belum menjamin bahwa semua siswa akan belajar secara aktif, setidak-tidaknya akan menyebabkan dia tidak pasif mempelajari pelajarannya. Meminta siswa menulis jurnal memaksa mereka untuk berpikir dan mensintesis informasi, sehingga tidak secara pasif hanya menunggu ”kebenaran” yang diajarkan guru. Waktu dan fokus pengisian jurnal dapat bervariasi, disesuaikan dengan keperluan tiap siswa dan keperluan akademis.


Bagaimana Merancang Penugasan Jurnal Belajar untuk Siswa?

Sebaiknya siswa boleh menulis jurnalnya pada folder yang dapat dilepas-lepas atau pada buku tulis. Jurnal dapat dibagi menjadi bagian pribadi (rahasia, untuk siswa sendiri), bagian catatan, dan bagian karya di dalam kelas dan setiap masukan/isian harus diberi nomor dan tanggal penulisan yang jelas.

Menurut Moore (1994: 294) siswa dapat diminta mengisi jurnal untuk kegiatan-kegiatan berikut.

  1. Memulai pertemuan di kelas atau memulai diskusi

Siswa diberi waktu 5 menit untuk menulis sesuatu yang berhubungan dengan topik hari ini. Setelah itu guru dapat membaca tulisannya sendiri untuk memulai pertemuan sebelum meminta siswa membaca apa yang telah mereka tulis. Ini cara yang sangat baik untuk mengetahui apa yang dipikirkan, dipelajari, atau tidak dipelajari siswa.

2. Meringkas pembelajaran

Siswa diberi waktu 5 - 10 menit pada akhir pembelajaran untuk menuliskan komentar dan pertanyaan-pertanyaan mereka mengenai pembelajaran hari ini.

3. Interupsi/menfokuskan kembali diskusi kelas

Siswa diminta menuliskan kembali dengan kata-kata sendiri apa yang mereka pelajari di kelas di tengah kegiatan pembelajaran. Kegiatan kelas yang monoton karena siswa hanya mendengarkan secara pasif atau menulis catatan secara mekanis dapat diinterupsi dengan penulisan jurnal selama kurang lebih 5 menit. Tugas menulis ini dapat meningkatkan pembelajaran, merangsang kegiatan berpikir, dan tidak perlu dinilai oleh guru.

4. Menanyakan persetujuan atas suatu pernyataan

Siswa diminta untuk menyatakan persetujuannya (setuju atau tidak setuju) terhadap salah satu isu seperti pengendalian populasi, pelepasan organisme yang telah direkayasa secara genetis ke lingkungan ataupun penggunaan zat pewarna dan pengawet dalam makanan.

5. Mendiskusikan bagaimana pembelajaran hari ini terkait dengan topik-topik lain

Siswa diminta untuk menulis bagaimana keterkaitan pembelajaran hari ini dengan 1) pembelajaran sebelumnya, 2) sesuatu yang mereka pelajari di kelas lain, atau 3) sesuatu yang telah mereka baca atau dengar di koran atau televisi.

6. Merespons suatu tugas

Siswa diminta untuk menulis pertanyaan-pertanyaan mengenai perkuliahan atau tugas membaca.

7. Meningkatkan konsentrasi siswa

Siswa diberitahu pada awal pelajaran bahwa setelah 20 atau 30 menit guru akan berhenti mengajar dan siswa diminta menulis (3) hal penting yang baru saja dibahas. Dengan demikian siswa akan lebih berkonsentrasi mengikuti pembelajaran.

8. Mencek kesiapan /pendapat siswa

Siswa diminta untuk menuliskan pendapat mereka mengenai persiapan sebelum tes, bagaimana pola belajar mereka dan kesiapan mereka menghadapi tes. Setelah tes siswa dapat diminta menuliskan reaksinya terhadap kinerjanya dalam tes atau nilai/ angka yang diperoleh.

9. Mencatat hasil kerja laboratorium

Siswa diminta menulis mengenai eksperimen yang dilakukan, sumber kesalahan yang mungkin ada, kesulitan yang dihadapi dalam melaksanakannya, dan pentingnya hasil tersebut atau apa arti hasil tersebut bagi pembelajaran.

Siswa jarang menuliskan ide mereka sendiri dalam tugas-tugas tertulis karena mereka takut gurunya tidak setuju dengan ide-ide mereka dan memberi nilai rendah. Karenanya, galakkan mereka untuk menulis ide-ide mereka sendiri dalam jurnal. Untuk masukan terakhir dalam jurnal, mintalah siswa menulis nilai jurnal itu bagi mereka.


Bagaimana Menilai Jurnal Belajar Siswa?

Bacalah jurnal siswa untuk mengetahui perasaan, kegelisahan, kesulitan, dan kegembiraan mereka. Mintalah mereka mengambil bagian “pribadi” (yang tidak boleh dibaca orang lain) sebelum menyerahkannya. Pada awal penugasan menulis jurnal siswa akan cenderung menuliskan deskripsi kegiatan dan tugasnya saja. Setelah agak terbiasa, barulah mereka akan menjadikan jurnal itu sebagai sarana memikirkan bagaimana mereka belajar. Oleh karena itu menurut Moore, pada awalnya jurnal jangan dinilai, gunakan sebagai bahan pertimbangan saja dan tuliskan hanya komentar yang positif saja dalam jurnal mereka.

Pada gilirannya mereka akan menemukan strategi belajar apa yang paling tepat dan bagaimana cara meningkatkannya. Menurut Hibbard (1999) dengan makin berpengalamannya siswa memikirkan proses dan gaya belajarnya, mereka akan menjadi pebelajar mandiri yang lebih baik. Hibbard mengusulkan isian dalam jurnal belajar itu berupa hal-hal berikut.

  1. Gambar atau sketsa dengan komentar.

  2. Pertanyaan yang ingin ditanyakan siswa beserta upaya awal untuk menjawab pertanyaan tersebut.

  3. Hasil pengamatan secara rinci.

  4. Pertanyaan “Andaikan ……..?” yang ditanyakan siswa pada awal merencanakan suatu eksperimen.

  5. Sketsa dan catatan mengenai model-model dan temuan-temuan.

  6. Peta pikiran yang dibuat siswa.

  7. Pemikiran tentang apa yang menarik dan menyenangkan dalam kelas Sains.

  8. Pemikiran mengenai apa masalah/topik yang sulit dan bagaimana memecahkan masalah/mengatasi kesulitan.

  9. Catatan mengenai materi sains yang menarik dalam berita di Koran atau di TV.

Daftar aspek-aspek jurnal dapat dikembangkan sendiri oleh guru berdasarkan kesepakatan dengan siswa dan berdasarkan kesepakatan isi jurnal yang dirancang guru (bersama siswa). Begitu juga rubrik penilaiannya.

Di bawah ini diberikan contoh aspek atau unsur dalam jurnal belajar sains yang dapat dinilai oleh guru menurut Hibbard (1999: 103).


Daftar Asesmen Kinerja untuk Belajar Sains

No

Aspek

Nilai Maksimum

Nilai Diri

Nilai Guru

1.

Nama ditulis jelas dan lengkap dengan kelas dan nomor absen.

………………….

………….

…………..

2.

Semua isian (entry) diberi nomor dan tanggal.

………………….

………….

…………..

3.

Banyak konsep sains diselidiki.

………………….

………….

…………..

4.

Diagram, sketsa, dan gambar menunjukkan hasil pemikiran.

………………….

………….

…………..

5.

Pengamatan diorganisasi dan ditulis dalam bentuk kalimat lengkap.

………………….

………….

…………..

6.

Pertanyaan menunjukkan tingkat berpikir tinggi seperti analisis, sintesis, dan evaluasi.

………………….

………….

…………..

7.

Pernyataan “Andaikan …….…..” menunjukkan adanya perkembang-an yang matang mengenai variabel-variabel bebas dan variabel terikat yang relevan dan menarik.

………………….

………….

…………..

8.

Sketsa, penemuan dan model menunjukkan pemahamannya mengenai konsep sains.

………………….

………….

…………..

9.

Peta pikiran digunakan untuk mengorganisasi pemikiran.

………………….

………….

…………..

10.

Masalah dan perkembangan berhasil diidentifikasi dan diberikan ide-ide untuk memecahkan masalah.

………………….

………….

…………..

11.

Diidentifikasi unsur-unsur yang menarik dan menyenangkan dan diberikan alasannya mengapa menarik dan menyenangkan.

………………….

………….

…………..

12.

Ada bukti eksplorasi sebagai pebelajar.

………………….

………….

…………..


13.

Dituliskan tujuan untuk meningkatkan kebiasaan belajar.

………………….

………….

…………..

14.

Ada daftar informasi dan ide menarik dari sumber-sumber lain seperti Koran, majalah, dan TV.

………………….

………….

…………..


Selain itu dari isian siswa yang dilakukan dalam kelas seperti yang disarankan oleh Moore (1994) guru dapat menambahkan pula aspek-aspek lain yang dapat dinilai seperti kerajinan dan antusiasme siswa mengikuti pembelajaran.


Apa Portofolio itu?

Portofolio adalah suatu kumpulan bukti yang dikumpulkan untuk tujuan tertentu dalam waktu tertentu (Collins, 1992; Glencoe, 1999). Bukti ini berupa dokumen yang dapat digunakan oleh seseorang atau sekelompok orang sebagai asesmen alternatif (misalnya dalam bidang MIPA) untuk menyimpulkan mengenai pengetahuan, keterampilan, dan atau watak penyusunnya.

Pheeney (1998) menyatakan bahwa portofolio dapat memiliki bentuk dan macam yang berbeda-beda, bisa dibendel dengan penjepit berbentuk spiral, dimasukkan dalam map atau dijilid jadi satu. Salah satu kunci penyusunan suatu portofolio yang ikut menentukan macam dan bentuknya adalah adanya fokus mengenai tujuannya, yaitu untuk apakah portofolio itu disusun. Kunci lainnya adalah waktunya, yaitu berapa lama waktu penyusunannya.

Batzle (1992) dalam Pheeney (1999) membedakan portofolio menjadi tiga macam yaitu portofolio kerja (working), portofolio pameran (showcase) dan portofolio evaluasi (evaluative). Portofolio kerja berisi semua atau hampir semua karya siswa yang sedang dalam perkembangan dan karenanya bisa berisi hasil usaha terbaik dan terjeleknya. Umumnya portofolio kerja tidak langsung dievaluasi tetapi dapat digunakan untuk mengases strategi pembelajaran yang akan datang dan meriviu kemajuan siswa dalam waktu tertentu. Portofolio pameran, seperti ditunjukkan oleh namanya, terutama berisi hasil akhir (seperti makalah, laporan proyek, dan contoh-contoh dari upaya terbaik) yang merefleksikan upaya terbaik siswa. Bagaimana memilih hasil akhir ini dapat ditentukan sepenuhnya oleh guru tetapi seringkali mempertimbangkan juga masukan dari siswa. Portofolio ini mungkin atau mungkin tidak digunakan untuk keperluan evaluasi. Sebaliknya portofolio evaluasi berisi semua hasil catatan yang diperlukan oleh guru untuk mengevaluasi siswa dan mungkin berisi lebih dari hasil karya terbaik siswa. Di situ mungkin ditambahkan pula hasil tes atau hasil strategi asesmen lainnya untuk dimasukkan dalam evaluasi akhir siswa. Biasanya pada akhir semester atau akhir waktu penyusunan portofolio, siswa diminta untuk mengubah suatu portofolio kerja menjadi portofolio pameran (dengan memilih karya terbaik dan membuang karya yang kurang memuaskan, menambahnya dengan identitas dokumen), yang pada gilirannya dapat dijadikan portofolio evaluasi (dengan menambahkan kelengkapan lainnya termasuk hasil refleksi diri pengembangnya).


Bagaimana Perancangan dan Pengembangan Portofolio?

Perancangan portofolio adalah suatu proses penentuan akan digunakan untuk apakah portofolio yang disusun tersebut, yaitu

a. dokumen yang dikumpulkan akan menjadi bukti mengenai apa.

b. bentuk-bentuk bukti yang bagaimana yang akan dimasukkan dalam portofolio tersebut,

c. seberapa banyak bukti yang diperlukan.


Perancang portofolio mungkin guru atau dosen.

Dalam pembelajaran MIPA guru atau dosen dapat merancang portofolio untuk pembelajaran yang diasuhnya selama satu semester seperti yang dikembangkan Susilo untuk mata kuliah Bahasa Inggris Profesi dan Metodologi Penelitian atau untuk salah satu atau beberapa topik dalam mata pelajaran/mata kuliah yang diasuhnya seperti yang dilakukan oleh Ujang Surindra untuk siswa kelas I SMA untuk topik Virus, Ganggang dan Bakteri dan topik Jamur.

Pengembangan portofolio merupakan suatu proses pengumpulan dan pengadaan dokumen, penataannya sebagai bukti, dan pengumpulannya menjadi suatu kumpulan bukti yang sesuai tujuan.

Dalam pembelajaran MIPA, pengembang portofolio adalah siswa dan mahasiswa yang mengikuti pelajaran atau perkuliahan yang dirancang guru atau dosen untuk memanfaatkan portofolio sebagai salah satu asesmen alternatif. Perancangan dan pengembangan portofolio dapat didiskusikan bersama oleh guru/dosen dan siswa/mahasiswa yang bersepakat untuk menggunakannya dalam pembelajaran.


Apa Tujuan dan Penggunaan Portofolio?

Terdapat dua hal yang harus dibedakan dalam menyusun suatu portofolio yaitu, berkaitan dengan tujuan dan penggunaannya. Tujuan penyusunan portofolio adalah suatu pernyataan yang tegas mengenai untuk menyatakan pengetahuan dan keterampilan apakah bukti-bukti berupa dokumen di dalam portofolio tersebut. Misalnya dalam contoh di atas Portofolio dikembangkan untuk bukti belajar keras bahasa Inggris atau untuk bukti belajar keras Metode Penelitian Pendidikan.

Reese (1999) memberikan contoh tujuan pembelajaran salah satu topik mata pelajaran fisika tingkat SMA yang akan diases dengan menggunakan portofolio sebagai berikut. Pada akhir pembelajaran unit mengenai gerak, siswa akan dapat menunjukkan penguasaan mereka dalam empat tujuan berikut ini:

  • Membedakan antara gerak beraturan dan gerak yang dipercepat dan memberikan masing-masing contohnya.

  • Menetapkan kecepatan rata-rata suatu objek yang sedang bergerak

  • Menjelaskan setiap perubahan kecepatan dan percepatan dari suatu bola yang dilemparkan ke atas dan kembali ke pelemparnya

  • Menganalisis gerak suatu objek dengan menyusun suatu grafik yang menunjukkan jarak vs waktu dan kecepatan vs waktu (Dengan tidak lupa memasukkan juga deskripsi dari gerak-gerak yang diwakili oleh grafik tersebut).


Jadi dalam hal ini portofolio yang dikembangkan siswa bertujuan untuk memberikan bukti kepada guru bahwa siswa telah menguasai keempat tujuan pembelajaran tersebut.

Sedangkan penggunaan portofolio dimaksudkan untuk menyatakan bagaimana portofolio itu akan dimanfaatkan. Misalnya untuk digunakan sebagai salah satu penentu nilai akhir Bahasa Inggris atau Metodologi Penelitian atau penentu nilai akhir salah satu mata pelajaran/mata kuliah lainnya.

Menurut Collins (1992) persyaratan bahwa portofolio itu dibuat dengan tujuan tertentu menyebabkan proses pengembangannya menjadi bebas dan terbatas. Untuk perancangnya, yaitu penentu aspek tujuan dan penggunaannya, aspek yang menjadikannya bebas adalah bahwa kemungkinan pemanfaatan portofolio itu sangatlah beranekaragam, hanya dibatasi oleh imaginasi. Sedangkan keterbatasannya ada dua: yaitu harus jelas tujuan pembentukannya dan disebutkan secara eksplisit, dan keterbatasan kedua adalah diberikan batas waktu dan kesempatan penyusunannya. Bagi pengembangnya, yaitu orang yang mengumpulkan dan menyajikan bukti-bukti ini, pengembangan portofolio itu bebas dalam arti dia bebas mengembangkan ide dan kreativitasnya mengenai apa yang akan dimasukkan dalam portofolio itu dan terbatas karena isinya harus sesuai dengan tujuan dan kriteria penyusunannya yang sudah ditetapkan pada awal proses.


Bagaimana Struktur Portofolio?

Berkaitan dengan tujuan pengembangan portofolio, perlu dibahas dua pertanyaan penting mengenai strukturnya, yaitu macam bukti apa yang mungkin dikumpulkan, dan apa yang dapat dihitung sebagai bukti.


1. Macam Bukti dalam Portofolio.

Menurut Collins (1992) macam bukti yang mungkin dikumpulkan ada empat macam yaitu benda atau barang hasil kecerdasan manusia, hasil reproduksi atau fotokopi, hasil pengesahan, dan produksi (hasil).

Benda atau barang hasil kecerdasan manusia adalah dokumen yang dihasilkan dalam kegiatan kerja normal pengembang portofolio. Hal ini dapat berupa laporan praktikum, kumpulan klipping artikel surat kabar, atau hasil ulangan siswa. Untuk mahasiswa ini dapat berupa makalah untuk matakuliah tertentu, catatan kuliah atau catatan observasi atau suatu hasil videotape. Untuk guru, ini dapat berupa rancangan pengajaran, contoh hasil kerja siswa, atau diagram untuk memberi tugas kelompok mahasiswa.

Hasil reproduksi adalah dokumen mengenai peristiwa khusus dalam karya pengembangan portofolio, tetapi peristiwa ini biasanya tidak tertangkap begitu saja. Contoh untuk mahasiswa calon guru ini dapat berupa rekaman hasil diskusi dengan guru yang berpengalaman pada saat pelaksanaan demonstrasi, atau suatu video tape kelas.

Hasil pengesahan adalah dokumen mengenai kerja seseorang yang disiapkan oleh orang lain yang bukan pengembang portofolio. Untuk mahasiswa calon guru hal ini mungkin dapat berupa surat pernyataan terima kasih atas pelaksanaan tutorial atau bagi guru hasil ini berbentuk surat dari bekas murid atau laporan kunjungan kelas ke kelas rekan guru lain.

Produksi atau hasil adalah dokumen-dokumen yang khusus dipersiapkan untuk mengisi portofolio. Dalam hal ini dokumen tadi paling tidak berisi tiga hal: pernyataan mengenai tujuan pengembangan portofolio, hasil refleksi diri pengembang, dan identitas dokumen.

Pernyataan mengenai tujuan pengembangan portofolio adalah suatu pernyataan pribadi pengembangnya mengenai tujuan pengembangan portofolio oleh orang yang mengembangkannya. Pernyataan tujuan memberikan fokus dalam proses pengembangan portofolio. Tergantung dari tujuan pemakaian portofolio tersebut, tujuan pengembangan ini dapat ditentukan oleh perancangnya atau dipilih sendiri oleh pengembangnya.

Pernyataan mengenai hasil refleksi diri pengembangnya ditulis selama penyusunan portofolio ini diatur untuk persiapan penyerahan untuk evaluasi. Pernyataan ini dapat berupa kesempatan untuk menyebutkan macam dokumen di dalam portofolio, bagaimana memperolehnya dan mempengaruhi pertumbuhan dirinya, serta konteks atau integrasi portofolio.

Bagian terpenting dari produksi adalah identitas dokumen. Identitas dokumen adalah pernyataan yang melekat pada masing-masing dokumen yang menggambarkan apakah dokumen itu, mengapa itu menjadi bukti, dan menjadi bukti mengenai apa. Identitas ini mengubah dokumen menjadi bukti. Identitas dokumen sangat penting karena membantu pengembangnya dalam menjelaskan hasil pemikirannya. Untuk mahasiswa, menulis identitas memberikan kesempatan untuk menguji diri sendiri mengenai apa yang telah dipelajarinya, untuk menyatakan pengetahuannya dengan kata-katanya sendiri. Dengan menulis identitas, mahasiswa dapat menyadari seberapa banyak yang telah dicapainya, terutama apabila dibandingkan dengan bukti sebelumnya di dalam portofolio.

Identitas dokumen itu juga penting bagi penilai portofolio. Bagi penilai, identitas itu memberikan arti bagi setiap dokumen. Tanpa identitas, penilai akan mengalami kesulitan mengapa suatu dokumen dimasukkan dalam portofolio.

Identitas dokumen tidak perlu terlalu panjang ataupun terlalu rinci, boleh singkat saja. Namun identitas ini sangat penting karena membedakan portofolio dalam bidang pendidikan dengan kumpulan materi lainnya yang bukan pendidikan. Perlu dicatat bahwa yang dimaksud dengan “dokumen” ini mungkin saja diartikan “kertas”, tetapi dalam hal ini boleh saja tidak terbatas pada kertas, dapat pula berupa catatan, draft, jurnal dan buku harian serta gambar sketsa yang dapat digunakan sebagai bukti, selain yang memang berupa makalah akhir yang dipersiapkan secara formal. Lukisan, foto, rekaman audio dan video, model dan disket komputer dapat juga diserahkan sebagai bukti.


2. Apa Yang dapat Dihitung sebagai Bukti (Isi Portofolio).

Lebih lanjut lagi Collins (1992) menguraikan bahwa menentukan apa yang dapat dihitung sebagai bukti sama penting dan sama mendasarnya dengan menentukan tujuan pengembangan portofolio. Oleh karena itu sekaligus perlu ditentukan mengenai bukti apa dan apa yang dapat dihitung sebagai bukti itu. Pilihannya adalah dari seluruh benda, reproduksi yang mungkin ada, dokumen tertentu yang mana yang sudah cukup menjadi bukti untuk memenuhi tujuan pengembangan portofolio tersebut. Lebih sederhana lagi dapat ditanyakan apakah suatu makalah cukup membuktikan bahwa penyusunnya menguasai isi makalah yang ditulisnya? Dan bila ya, mengapa? Perlu diperhatikan bahwa dengan memberikan jawab terhadap pertanyaan-pertanyaan semacam itu, suatu keterangan menjadi penghubung antara bukti mengenai apa dan apa buktinya.

Pengambilan keputusan mengenai apa yang akan dihitung sebagai bukti menyiratkan tiga keputusan lain: siapa yang menentukan mengenai apa saja yang harus dimasukkan, seberapa banyak bukti yang harus disertakan, dan bagaimana pengaturan bukti-bukti tersebut. Mengenai pertanyaan siapa yang memutuskan bukti apa yang harus disertakan, perancang portofolio mungkin menyebutkan semua bukti yang mungkin dapat diberikan atau mungkin memberi kemungkinan kebebasan kepada pengembang portofolio untuk memilihnya. Berdasarkan pengalaman, lebih banyak dikombinasikan antara permintaan perancang dan pilihan pengembang sehingga portofolio tersebut cukup kaya dengan bukti tetapi juga cukup individual untuk menonjolkan kelebihan pengembangnya.

Dalam pembelajaran MIPA Glencoe (1999:26) memberikan contoh-contoh bukti yang dapat dimasukkan ke dalam portofolio siswa adalah sebagai berikut.

  • Laporan proyek atau laporan hasil penelitian individual

  • Contoh permasalahan atau penyelidikan yang dirumuskan oleh siswa

  • Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan terbuka atau pekerjaan rumah yang rumit.

  • Rangkuman hasil membaca artikel dalam jurnal

  • Karya seni siswa

  • Laporan mengenai sumbangan yang diberikan/dikerjakan siswa dalam menyelesaikan laporan kelompok

  • Foto atau sketsa mengenai model fisik untuk mengilustrasikan ide ilmiah

  • Hasil penilaian guru berupa daftar cek yang menunjukkan perkembangan siswa dalam bidang ilmu/sikap dan kebiasaan kerja ilmiah

  • Laporan penggunaan peralatan MIPA, kalkulator, atau komputer dalam penyelidikan atau kegiatan pemecahan masalah.

  • Autobiografi ilmiah

  • Pemanfaatan MIPA dalam disiplin ilmu yang lain.

  • Penjelasan siswa mengenai masing-masing dokumen dalam portofolio (identitas dokumen, dan dapat ditambahkan juga hasil refleksi diri siswa mengenai manfaat proses pengadaan dokumen dokumen bagi dirinya).

  • Daftar Isi Portofolio

Pertanyaan mengenai seberapa banyak bukti yang perlu dimasukkan ke dalam portofolio cukup menarik pula. Satu bukti tidak cukup, tapi semua bukti akan terlalu banyak (tidak perlu). Haertel (1991) seperti dikutip oleh Collins (1992) menyarankan agar digunakan “prinsip pertambahan nilai” sebagai petunjuk untuk menjawab pertanyaan mengenai berapa banyak bukti yang perlu dimasukkan dalam suatu portofolio. Pengembang perlu memilih suatu bukti untuk dimasukkan ke dalam portofolio yang dianggap merupakan bukti terbaik sesuai dengan tujuan pengembangan portofolio. Kemudian bukti ke dua dipilih dan pengembangnya menanyakan “Apakah ada tambahan yang meyakinkan bila ditambahkan bukti ini?” Apabila jawabnya “tidak ada tambahan apapun”, artinya batasnya sudah cukup. Menurut pengalaman diperlukan sekitar lima sampai tujuh bukti (sebagian ditentukan, sebagian dipilih sendiri) sebelum siswa merasa cukup puas dengan portofolionya.

Dalam pembelajaran MIPA Glencoe (1999) menyarankan agar dalam pemilihan isi portofolio dipertimbangkan adanya potret yang seimbang dari kinerja siswa. Dalam mengembangkan portofolio harus diingat bahwa sampel dokumen bukti yang dimasukkan hendaknya representatif mewakili pertumbuhan/perkembangan siswa dalam setiap bidang. Jadi guru dan siswa (atau dosen dan mahasiswa) akan mencari bukti-bukti yang menggambarkan terjadinya perkembangan dalam diri siswa dalam hal kecakapan dalam memecahkan masalah, kecakapan dalam menalar dan berpikir kritis, kecakapan berkomunikasi, dan menghubungkan pembelajaran secara ilmiah dengan kegiatan sehari-hari. Lebih lanjut Glencoe menyebutkan hal-hal penting dalam kurikulum yang harus dipertimbangkan yaitu pernyataan siswa mengenai sikap ilmiah yang dimilikinya seperti motivasi belajarnya, rasa ingin tahunya, dan kepercayaan dirinya. Juga laporan mengenai kecakapan bekerja dalam kelompok dan penggunaan alat-alat teknologi.

Pertanyaan terakhir mengenai struktur portofolio berkaitan dengan bagaimana pengaturan bukti-bukti tersebut. Hal ini bukan pertanyaan mengenai cara penyajian warna kulit wadah dan warna-warni kertas yang menjadi isinya. Tetapi ini pertanyaan mengenai organisasi, bagaimana menyajikan bukti-bukti di dalam portofolio tersebut sehingga ini semua menjadi kumpulan bukti yang cukup mengenai pengetahuan dan keterampilan pengembangnya. Terdapat banyak pilihan pengaturan termasuk di antaranya secara kronologis berdasarkan urutan waktu pengumpulan bukti, tematis berdasarkan tema pilihan pengembang, dan menurut kelompok bukti. Lebih lanjut kegiatan mengatur bukti ini memberi kesempatan pada pengembangnya untuk memeriksa kembali bukti-bukti tersebut.

Bagaimana Penyekoran Portofolio?

Standar dan metode untuk menilai, memberi skor, memberi nilai, dan/atau mengevaluasi portofolio masih terus berkembang. Salah satu pendekatan untuk memberi skor portofolio adalah melalui penilaian ahli. Hal ini menyiratkan bahwa penilainya mengenali nilai dari keseluruhan tampilan yang disajikan atau sebagai kumpulan dari komponen yang memiliki nilai tinggi dalam praktik yang sesungguhnya.

Barrow (1993) menggunakan portofolio untuk menilai hasil belajar mahasiswa dalam bidang kimia umum. Lembar untuk menilai portofolio yang dikembangkan mahasiswanya dikembangkannya bersama-sama rekan dosen yang menempuh kuliah seminar bersamanya. Barrow menyertakan lembar penilaian portofolio saat mengembalikan portofolio siswanya yang diminta untuk merespons hasil penilaian tersebut bila dianggap kurang adil; ternyata 8 dari 46 siswanya meresponnya.

Menurut Hibbard (1999) isi portofolio dalam IPA dapat dinilai menurut kategori apakah menunjukkan keterampilan berpikir dan kreativitas dalam IPA, penggunaan metode ilmiah, penemuan dan model yang dikembangkan, keterkaitan IPA dengan mata pelajaran lain, hasil-hasil bacaan dalam bidang IPA serta keterampilannya menentukan tujuan dan penilaian diri sendiri. Lebih lanjut Hibbard merinci unsur-unsur yang dinilai dari segi keterampilan secara keseluruhan. Unsur-unsur tersebut meliputi apakah bukti-bukti yang dikumpulkan dalam setiap kategori menunjukkan berbagai macam karya, identitas setiap kategori jelas sementara narasi refleksi diri dalam setiap kategori mencerminkan kekuatan serta kelemahan penyusunnya dalam kategori tersebut serta menunjukkan perkembangan yang terjadi dalam setiap kategori, serta rancangan masa depan pengembangan kategori itu selanjutnya. Portofolio itu juga selayaknya diberi nilai dari segi pemberian sampul yang jelas labelnya, termasuk nama dosen dan mahasiswanya. Penilaian kelengkapan portofolio meliputi daftar isi dan refleksi diri untuk setiap kategori. Berikutnya adalah penilaian mengenai apakah portofolio menunjukkan pemahaman dari konsep, keterampilan, dan kebiasaan berkarya yang dianggap penting bagi seluruh kelas.

Berikut ini disajikan contoh Daftar Aspek yang dapat dinilai dalam suatu portofolio menurut Hibbard (1993: 105).


Daftar Asesmen Kinerja untuk Portofolio Sains

No

Aspek

Nilai Maksimum

Nilai Diri

Nilai Guru

Kategori untuk isi portofolio

1.

Ada rentangan kecakapan dan kreativitas dalam sains: kumpulan butir isi menunjukkan hasil kecakapan berpikir dan kreativitas dalam sains.

………………….

………….

…………..

2.

Ada proses ilmiah: kumpulan butir isi menunjukkan pemahaman terhadap proses ilmiah.

………………….

………….

…………..

3.

Model dan temuan: kumpulan butir isi menunjukkan model dan temuan bermutu.

………………….

………….

…………..

4.

Keterkaitan antara sains dan bidang studi lain: kumpulan butir isi menunjukkan keterkaitan yang sengaja dibuat antara sains dengan bidang studi lain.

………………….

………….

…………..

5.

Hasil membaca atau mengamati sesuatu yang berkaitan dengan sains: kumpulan butir isi menunjukkan telah diperolehnya hasil bacaan atau pengamatan bahan-bahan yang terkait sains.

………………….

………….

…………..

6.

Lain-lain: kumpulan butir menunjukkan kecakapan dalam bidang sains.

………………….

………….

…………..

Portofolio secara keseluruhan

7.

Kumpulan butir dalam setiap kategori menunjukkan rentangan kerja yang cukup luas.

………………….

………….

…………..

8.

Jelas sekali indeks/identitas untuk setiap kategori.

………………….

………….

…………..

9.

Adanya narasi refleksi diri dalam setiap kategori menyatakan kekuatan dan kelemahan dalam bidang tertentu.

………………….

………….

…………..

10.

Ada narasi refleksi diri dalam setiap kategori yang menyatakan bagaimana dilakukan perbaikan untuk bidang yang termasuk dalam kategori tersebut.

………………….

………….

…………..

11.

Ada narasi refleksi diri dalam setiap kategori yang masing-masing mengkomunikasikan rencana pengembangan diri dalam bidang tersebut.

………………….

………….

…………..

12.

Portofolio diberi sampul yang diberi label secara jelas, termasuk nama guru dan siswa.

………………….

………….

…………..


13.

Portofolio berisi sekumpulan butir, indeks dari setiap kategori.

………………….

………….

…………..

14.

Portofolio menunjukkan pemahaman terhadap konsep, kecakapan, dan kebiasaan kerja yang penting dalam kelas.

………………….

………….

…………..



Total

………………….

………….

…………..



Untuk menilai portofolio dapat dikembangkan suatu rubrik yang berisi keterangan mengenai kriteria performance pembuatnya untuk setiap unsur yang dinilai. Hibbard (1999) misalnya membagi rubrik menjadi 2 bagian besar yaitu Bagus dan Jelek dan masing-masing dibaginya lagi menjadi 3 bagian yaitu sangat bagus, bagus, dan cukup bagus, serta agak jelek, jelek, dan sangat jelek. Kriteria untuk masing-masing unsur itu dapat disepakati antara dosen dan mahasiswa dan dengan dasar itu mahasiswa menilai dirinya sendiri sebelum dinilai juga oleh dosen.

Menurut Slater (1997) strategi penilaian dengan portofolio memberikan kesempatan menilai mahasiswa secara lebih lama, lebih kompleks, dan lebih asli, dibandingkan dengan penilaian hasil tes pilihan ganda yang dijawab dalam waktu sangat singkat.


Bagaimana Implikasi Pengembangan Portofolio bagi Siswa?

Menurut Barrow, mahasiswa yang mengembangkan portofolio memiliki keunggulan dibandingkan mereka yang tidak mengembangkannya karena terbentuk tanggung jawab dalam diri mereka untuk belajar, termasuk untuk menghadapi tugas mengevaluasi diri sendiri. Hal ini diperlancar oleh adanya kesempatan bagi siswa untuk menyelidiki masalah yang bagi mereka unik dan menarik. Siswa pengembang portofolio termotivasi secara intrinsik untuk belajar dan terbantu untuk mengorganisasi dan menyusun hasil belajarnya. Siswa juga melakukan refleksi secara kritis mengenai apa yang perlu mereka ketahui dan penyusunan portofolio membantu mereka merangkai bagian-bagian menjadi suatu keseluruhan.

Portofolio juga memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengklarifikasi masalah melalui diskusi dengan dosen atau melalui interaksi dengan sesama mahasiswa dalam kelompok. Lebih lanjut lagi menurut Slater (1997) melalui penyusunan portofolio mahasiswa dapat menunjukkan bagian-bagian mana yang mereka anggap sulit atau mudah mempelajari atau memahaminya. Mahasiswa tidak cukup hanya menghafal catatan kuliah dan bahan kuliah tetapi mereka harus mengorganisir, mensistesis, dan mendeskripsikan apa yang mereka peroleh dan pelajari. Proses ini memakan banyak waktu karena mahasiswa perlu mengadakan introspeksi diri dan penilaian diri.

Secara umum, menurut Barrow (1993) portofolio menggiatkan lingkungan belajar mahasiswa yang mengembangkan potensi mereka untuk berpikir reflektif, giat belajar dan menjadikan belajar sebagai pusat kegiatan. Sementara itu menurut Everett (1994) portofolio mampu menggantikan penulisan “laporan” yang “kering” dan membosankan karena penulisan portofolio merupakan latihan yang menantang serta lebih berarti karena dapat diterapkan dalam situasi kehidupan nyata sehari-hari.

Menurut Valdez (2001) penulisan portofolio melibatkan siswa secara aktif baik secara fisik ataupun mental (hand-on dan mids-on activity). Portofolio ini juga dapat dijadikan alat untuk melatih kecakapan menulis dan membaca siswa. Dengan demikian siswa dapat digalakkan untuk membantu perkembangan kreativitasnya dan lebih lanjut pemahamannya tentang Sains. Alat ini juga dapat dijadikan sarana bagi siswa untuk melacak perkembangan diri mereka, menganalisis dan merefleksi kekuatan dan kelemahan dan meningkatkan kinerja mereka dalam Sains.


Bagaimana Implikasi Pengembangan Portofolio Bagi Pengajaran?

Menurut Barrow (1993) pemanfaatan portofolio untuk menilai kemampuan intelektual dan belajar bermakna dalam IPA itu sangat memakan waktu dan tenaga. Selain itu sebagai alat penilaian, sulit sekali memperbandingkan portofolio yang satu dengan lainnya.

Namun dengan portofolio dosen dapat mengungkap dan mengidentifikasi kekuatan mahasiswa serta memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk menunjukkan apa yang mereka ketahui. Mahasiswa dapat dipacu motivasinya untuk menyelidiki lebih lanjut masalah yang pada mulanya sama sekali tidak menarik perhatian mereka. Lebih lanjut lagi portofolio dapat dikembangkan oleh semua mahasiswa karena dalam pengembangannya masih dimungkinkan adanya perbedaan cara belajar, sikap dan minat siswa.

Menurut Slater (1997) keuntungan utama penyusunan portofolio adalah bahwa mahasiswa mencoba mengintegrasikan fakta-fakta yang dijumpainya untuk membentuk konsep yang lebih luas dan lebih mewakili. Oleh karena itu kewajiban untuk belajar dan menilai bergeser dari dosen ke mahasiswa. Mahasiswa menyusun portofolio untuk mengumpulkan dan menyajikan bukti mengenai apa yang sudah mereka kuasai, yang mereka sajikan secara khas menurut pribadi masing-masing. Jadi berbeda dengan tes pilihan ganda yang mencoba menentu-kan apa yang tidak diketahui mahasiswa, dalam penilaian dengan portofolio ini ditekankan apa yang sudah diketahui mahasiswa.

Dalam portofolio juga terkandung pernyataan refleksi diri (maha)siswa. Pernyataan ini menggambarkan bagaimana (maha)siswa mempelajari bahan tersebut, mengapa penyajian bukti itu menunjukkan penguasaan materi dan mengapa hal itu relevan dengan konteks di luar kelas. Refleksi diri ini menunjukkan dengan jelas kepada pembaca proses belajar yang terjadi pada diri si pebelajar. Menurut Valdez (2001) tulisan siswa merefleksikan secara langsung seberapa baik guru membelajarkan mereka. Dengan membaca portofolio, guru dapat mengetahui misalnya kebingungan siswa mengenai istilah-istilah abstrak dan adanya miskonsepsi pada siswa. Jadi guru dapat mengevaluasi dan meningkatkan praktik pembelajarannya


Masalah yang Dihadapi Guru dalam Penggunaan Jurnal Belajar dan Portofolio

Berikut ini disajikan masalah-masalah yang (mungkin) dihadapi guru dalam meng-gunakan jurnal belajar.

  1. Waktu yang digunakan untuk melakukan asesmen autentik dianggap lebih banyak daripada waktu tes tradisional yaitu terutama untuk mempersiapkan instrumen. Guru yang padat jam mengajarnya merasa tidak sempat membuat instrumen untuk mengases.

  2. Guru mengalami kesulitan dalam membuat rubrik. Secara teoritis untuk setiap macam kinerja yang dinilai guru, perlu dibuatkan rubriknya. Sebagian contoh rubrik sudah diberikan dalam modul untuk guru SMP (Ibrahim, 2002a, Ibrahim, 2002b). Guru dapat menggunakan rubrik yang sudah ada untuk menilai kinerja siswa bila kinerja yang diamati adalah kinerja yang sudah ada rubriknya, tetapi bila belum ada contoh rubriknya guru harus membuatnya sendiri.

  3. Jumlah siswa yang besar menyebabkan guru merasa susah untuk memeriksa semua portofolio siswa. Pada saat sekarang guru mungkin saja diserahi membina lebih dari dua kelas yang masing-masing berisi 40 orang siswa.

  4. Keterbatasan ATK dan dana dari sekolah sangat tidak mendukung pelaksanaan asesmen autentik. Memang dalam asesmen autentik diperlukan lembar-lembar rekaman dan lembar yang berisi kriteria nilai, sehingga perlu ATK dari sekolah dan mungkin dana untuk fotokopi. Menurut penulis seharusnya hal ini tidak menjadi penghambat bagi guru yang rajin dan kreatif karena penilaian kinerja siswa dapat dilakukan dalam lembar kertas bekas (yang salah satu sisinya sudah terpakai). Memang kalau tidak dapat dilakukan fotokopi lembar pengamatan hal ini dapat berarti guru harus bekerja lebih banyak dan lebih keras untuk mengadakan lembar pengamatan yang cukup.

  5. Orientasi penilaian sistem pendidikan masih berorientasi pada asesmen tradisional (tingkat sekolah maupun tingkat nasional). Hal ini menjadi hambatan psikologis bagi guru untuk melaksanakan asesmen autentik. Pedoman penilaian juga tidak menyebutkan penggunaan asesmen autentik secara jelas sehingga guru menganggap ada “jembatan putus” dalam penilaian.

  6. Adanya subjektivitas dalam asesmen autentik. Guru menulis bahwa subjektivitas ini menjadi hambatan dalam melaksanakan asesmen autentik. Menurut penulis, guru dapat berlatih untuk lebih objektif melakukan asesmen autentik. Salah satu caranya adalah dengan menggunakan rubrik yang berisi rincian kriteria untuk masing-masing tingkat kinerja yang dinilai.

  7. Belum terbiasanya guru dan siswa dengan cara penilaian ini. Dengan mencobanya sedikit demi sedikit, guru dan siswa lama-lama akan terbiasa juga dengan alat asesmen ini. “Tak kenal maka tak sayang”, karena itu guru dan siswa perlu “belajar mengenalnya”, untuk jurnal belajar tentu sudah kenal sejak lama, Cuma namanya “buku catatan”, tapi jurnal adalah “buku catatan plus”.


Saran Penulis mengenai Penggunaan Jurnal Belajar dan Portofolio

Pada bagian terdahulu telah dituliskan masalah yang mungkin dihadapi guru di lapangan dalam hal penggunaan asesmen autentik pada umumnya dan jurnal dan portofolio khususnya. Berikutnya penulis memberikan saran-saran sebagai berikut.


  1. Pemantapan Pemahaman Guru terhadap asesmen autentik

Selama workshop ini telah dilaksanakan pembahasan lebih mendalam mengenai penggunaan asesmen autentik. Pada kesempatan ini para guru dapat saling berbagi pengalaman mengenai pelaksanaan dan penggunaan asesmen autentik di kelas masing-masing. Tentu saja kegiatan ini diharapkan dapat saling memperkaya pengalaman guru. Dalam kesempatan ini akan dibahas pula pertanyaan yang diajukan guru, untuk dibahas secara lisan dalam kelas. Pembahasan ini juga menambah wawasan dan pengalaman guru. Walaupun demikian, pembahasan yang dilakukan di dalam waktu yang terbatas ini menurut penulis tentu belum dapat mencukupi kebutuhan guru untuk mengetahui lebih jauh mengenai seluk beluk asesmen autentik. Penulis mengharapkan bahwa guru dapat lebih dalam lagi berlatih menggunakannya dalam praktik diskusi kelompok yang merupakan bagian dari workshop ini.

Peningkatan pemahaman guru mengenai hakikat asesmen autentik dan pentingnya penggunaannya dalam pembelajaran sesuai tuntutan KBK akan sangat menentukan penggunaannya di kelas.


  1. Perubahan Sikap Guru Mengenai Asesmen Autentik

Selama ini guru sangat terbiasa untuk menggunakan tes tradisional yaitu tes “paper and pencil” yang dibandingkan dengan penggunaan asesmen autentik sangat sederhana dan mudah pengelolaannya. Apabila guru sudah mau berubah dan mau belajar menggunakan asesmen autentik meskipun pengelolaannya lebih rumit, membutuhkan pemikiran dan kreativitas guru dan menuntut waktu guru yang lebih lama untuk merancang dan mempersiapkan rubrik, lembar pengamatan, dan keperluan lainnya, tentu dapat diharapkan peningkatan penggunaannya di masa depan.

Guru juga perlu belajar berpikir mengenai bagaimana menentukan bobot bagi masing-masing kegiatan siswa. Selama bertahun-tahun guru sudah sangat terbiasa menggunakan formula yang sudah ditetapkan dalam tata cara penilaian sehingga mereka tidak bebas menggunakan pertimbangan mereka sendiri, walaupun mungkin aturan yang digunakan itu tidak menguntungkan siswa atau bahkan tidak adil bagi siswa. Dalam KBK guru diberi wewenang untuk memutuskan asesmen apa yang paling tepat untuk digunakan guru sesuai dengan pendekataan pembelajaran yang dipilih. Oleh karena itu di masa depan muncul kesempatan yang sangat luas bagi guru untuk lebih lanjut lagi meng-gunakan asesmen autentik ini sesuai tuntutan KBK dan tuntutan pengembangan kecakapan hidup.


  1. Kebijakan dan Orientasi Pendidikan Nasional Mengenai Sistem Pengujian Berbasis Kemampuan Dasar

Kebijakan dan orientasi nasional mengenai penggunaan asesmen autentik sangat menentukan penggunaan asesmen autentik oleh guru. Di dalam Pedoman Umum Pengembangan Sistem Pengujian Berbasis Kemampuan Dasar untuk Sekolah Lanjutan Pertama (2002) telah diuraikan panjang lebar mengenai pengujian berbasis kompetensi yang dibahas karakteristik sistem pengujian, penyusunan instrumen dan teknik penskorannya, analisis instrumen dan evaluasi hasil pengujian serta pembuatan laporan. Tetapi menurut penilaian penulis pedoman umum ini sangat sedikit membahas mengenai penggunaan asesmen autentik dalam pembelajaran. Dalam pedoman tersebut disebutkan mengenai unjuk kerja dan portofolio sebagai bentuk-bentuk soal pengujian berbasis kemampuan dasar tetapi uraian mengenai penggunaannya masih sangat kurang memadai.


  1. Kerjasama Antara LPTK dengan Guru SMP dan SMA

Workshop Asesmen Autentik telah dilakukan oleh JICA di FMIPA Universitas Negeri Malang untuk para guru SMP dan SMA di kota Malang, di samping workshop Pembelajaran MIPA lainnya. Hal ini dilakukan dengan harapan agar para dosen UM dapat membantu dan mendampingi para guru melaksanakan pembelajaran kontekstual dalam bentuk penelitian kolaboratif ataupun dalam diseminasi pembelajaran kontekstual di Malang. Apabila PTK kolaboratif antara dosen UM dengan guru SMP dan SMA terutama dalam hal penggunaan asesmen autentik dapat dilakukan tentulah makin terbuka kesempatan untuk mengembangkan penggunaannya lebih lanjut.


  1. Kemauan dan Kemampuan Guru sebagai Pebelajar Sepanjang Hayat

Guru yang telah memilih untuk mau menjadi pebelajar sepanjang hayat tentu mampu juga mencoba sendiri penggunaan Jurnal Belajar dan Portofolio ini di kelasnya. Khusus untuk penggunaan portofolio, penulis menyarankan hal-hal sebagai berikut.

  1. Untuk setiap waktu guru tidak perlu memberi tugas pengembangan portofolio kepada semua siswa yang dibinanya. Guru pada awalnya dapat mencoba penggunaan portofolio untuk satu pokok bahasan saja, agar lebih ahli dalam penggunaannya. Apabila sudah lebih mahir meng-gunakan portofolio, guru dapat meningkatkan keanekaragaman isi portofolio maupun jumlah kelas yang ditugaskan mengembangkannya.

  2. Guru dapat mengajak mitra guru lain di sekolah yang sama untuk memberi siswa tugas mengembangkan portofolio untuk mata pelajaran yang berbeda di kelas yang belum diberinya tugas, sehingga lebih banyak siswa dapat merasakan kegiatan refleksi diri melalui penggunaan portofolio ini.

  3. Guru dapat mencari kiat-kiat bagaimana dapat menyusun kriteria penilaian portofolio yang jelas dan tegas sehingga guru dapat meminta siswa untuk melakukan penilaian sendiri portofolionya. Selain itu guru juga dapat meminta agar siswa menilai portofolio temannya.


Penutup

Penulis berharap agar Bapak/Ibu mencoba menggunakan Portofolio dalam pembelajaran yang Bapak/Ibu bina. Apabila selama ini Bapak/Ibu belum pernah menggunakannya, sebaiknya mulai dengan jurnal belajar dan portofolio sederhana untuk salah satu atau dua topik. Hal ini dapat dimulai dengan mendiskusikan dengan siswa ide Bapak/Ibu untuk mencoba mengembangkan jurnal belajar dan portofolio untuk topik tertentu. Silakan juga membaca sumber-sumber lain mengenai portofolio sebelum mendiskusikannya dengan siswa. Khusus untuk portofolio pertimbangkan prosedur yang disarankan Glencoe (1999) sebagai berikut.

  • Mintalah siswa menggunakan map untuk menyimpan semua hasil karyanya dalam portofolio kerja.

  • Diskusikan dengan siswa apa yang sebaiknya dimasukkan dalam portofolio

  • Diskusikan format portofolio yang baik: rapi, diketik atau ditulis dengan tinta hitam, berisi daftar isi, pernyataan pribadi mengenai mengapa masing-masing bukti di dalamnya itu berfungsi sebagai bukti.

  • Berikan berbagai macam tugas yang dapat menghasilkan kumpulan bukti dalam portofolio yang merefleksikan berbagai macam hasil perkembangan siswa: kerja kelompok, proyek dan penyelidikan, jurnal belajar, dsb.

  • Mintalah siswa mengembangkan portofolio evaluasi mereka yang pertama dari portofolio kerja mereka.

  • Mintalah mahasiswa untuk saling meriviu portofolio pertama siswa lainnya sehingga mereka dapat mengamati hasil karya temannya.

  • Diskusikan bagaimana portofolio evaluasi itu harus dievaluasi.

Diskusikan dengan masing-masing siswa untuk memepersiapkan dia mengembangkan portofolio selanjutnya.

Pertama kalinya Bapak/Ibu menggunakan portofolio untuk pembelajaran akan merupakan proses belajar bagi Bapak/Ibu dan bagi siswa Bapak/Ibu. Dari hasil pengalaman pertama menggunakan portofolio ini, berikutnya dapat ditingkatkan keefektifan Bapak/Ibu dalam membimbing dan mengarahkan siswa untuk mengembangkan portofolio untuk evaluasi. Walaupun pada awalnya penggunaan portofolio tampaknya merupakan kerja ekstra, penggunaannya dalam pembelajaran akan sangat memperkaya proses belajar mengajar MIPA. Selamat Mencoba.


Bahan Rujukan


Ambron, J. 1987. Writing to Improve Learning in Biology. Journal of College Science Teaching XVI (4): 263 – 266.


Barrow, Dorian A. 1993. The Use of Portofolio to Assess Student Learning. A Florida College’s Experiment In a General Chemistry Class. Journal of College Science Teaching XXII (3): 148--153.


Collins, Angelo. 1992. Portofolio for Science Education: Issues in Purpose, Structure, and Authenticity. Science Education 76 (4): 451--463.


Everett, Elizabeth. 1994. Do The Write Thing. The Science Teacher 61 (7): 34--37.


Glencoe. 1999. Alternative Assessment in the Science Classroom. New York: McGraw Hill.


Hibbard, K. Michael. 1999. Performance Assessment in the Science Classroom. New York: McGraw Hill.


Ibrahim, Muslimin. 2002a. Asesmen Autentik. Modul BIO D-01. Pelatihan Terintegrasi Berbasis Kompetensi Guru Mata Pelajaran Biologi. Jakarta: Direktorat SLTP Dirjen Dikdasmen Depdiknas.


Ibrahim, Muslimin. 2002b. Asesmen Alternatif. Modul BIO D-02. Pelatihan Terintegrasi Berbasis Kompetensi Guru Mata Pelajaran Biologi. Jakarta: Direktorat SLTP Dirjen Dikdasmen Depdiknas.


Moore, Randy. 1994. Writing to Learn Biology. Let’s Stop Neglecting the Tool that Works Best. Journal of College Science Teaching March/April: 289 – 295.


Pheeney, Pierette. 1998. A Portfolio Primer. Helping teachers make the most of this assessment tool. The Science Teacher. October: 36-39.


Reese, Barbara F. 1999. Phenomenal Portfolios. A First year teacher uses portfolios to encourage concept mastery. The Science Teacher November: 24-28


Slater, F. Timothy. 1997. The Effectiveness of Portofolio Assessments in Science. Integrating an Alternative, Holistic Approach to Learning into the Classroom. Journal of College Science Teaching XXVI (5): 315--318.


Valdez, Penelope S. 2001. Alternative Assessment. A Monthly Portfolio Project Improves Student Performance. The Science Teacher 68(8): 41-43.




LATIHAN MERANCANG

JURNAL BELAJAR DAN PORTOFOLIO


Dalam workshop ini Bapak/Ibu diberi kesempatan untuk berlatih merancang penggunaan Jurnal Belajar dan Portofolio sebagai Alat Asesmen Autentik. Bergabunglah dengan 2-3 orang guru lain yang sebidang studi dan mengajar di kelas yang sama. Pilihlah kelompok Bapak/Ibu ingin merancang Penggunaan Jurnal Belajar dan Portofolio untuk topik apa, di kelas berapa, bidang studi apa. Kumpulkan hasil diskusi kelompok Bapak/Ibu dengan menyebutkan nama dan asal sekolah seluruh anggota kelompok.

Dalam diskusi kelompok ini Bapak/Ibu diminta merancang untuk memberi tugas siswa membuat jurnal dan portofolio untuk topik tertentu. Siswa dapat juga diberi kebebasan untuk memilih topik apa pun yang menarik minatnya misalnya untuk bulan tertentu. Valdez (2001) meminta siswanya memasukkan satu portofolio (bebas topik) per bulan sehingga seluruhnya ada 10 portofolio dalam setahun. rancangan portofolionya adalah untuk mencapai tujuan berikut.

  1. Menentukan/mengukur apakah siswa telah memahami suatu konsep ilmiah.

  2. Menentukan/mengukur apakah siswa telah dapat menerapkan konsep ilmiah baru itu dengan menciptakan atau membuat sesuatu yang mengilustrasikan konsep tersebut.

  3. Menunjukkan bahwa siswa dapat menggunakan pengetahuan ini untuk mengevaluasi suatu artikel dalam media popular tertentu (reklame di TV, di majalah remaja, dalam lirik lagu, film dll).

Untuk bagian A guru dapat mencek keakuratan uraian tentang konsep yang ditulis dan penjelasan konsep itu harus ditulis dengan kata-kata siswa sendiri. Juga dapat dinilai keluasan dan kedalaman hasil riset tambahan (dari sumber-sumber lain seperti internet). Untuk bagaian B dinilai tingkat keaslian ide dan kekreatifan siswa. untuk bagian C dinilai juga keaslian ide siswa dalam memilih artikel atau contoh media, juga menilai peranan sains dalam artikel yang dipilih, juga ketepatan kritik yang dibuatnya.

Berikut ini diberikan contoh Rancangan Penggunaan Jurnal Belajar dan Portofolio untuk kelas 1 SMP (Penggunaan Mikroskop).


Jurnal Belajar

  • Siswa diminta menuliskan pengalaman mereka dalam jurnal belajar pada saat pertama kali diajar guru untuk menggunakan mikroskop.


Rencana Penugasan Portofolio

Tujuan penggunaan portofolio.

  • Agar siswa melaporkan apakah mereka sudah mengetahui apa, mengapa, dan bagaimana mikroskop itu.

  • Agar siswa dapat menerapkan pengetahuannya tentang mikroskop untuk mengamati objek.

  • Agar siswa dapat menggunakan pengetahuan ini untuk menilai kinerja yang berkaitan dengan penggunaan mikroskop.





Rancangan Portofolio

  1. Siswa diminta untuk menyatakan dan menjelaskan secara rinci mengenai apa yang mereka ketahui tentang mikroskop. Siswa harus menulisnya dengan kata-katanya sendir, sepanjang sekitar satu halaman. Pernyataan dimulai dengan kalimat “Saya belajar mengenai mikroskop yaitu …………… “ atau “Saya mempelajari bagaimana menggunakan, mengangkat, membersihkan, dan menyimpan mikroskop dengan benar yaitu ………………… “

  2. Siswa diminta untuk menghasilkan suatu “produk” dengan menerapkan konsep yang telah mereka pelajari dengan tujuan menyajikan konsep itu dengan cara yang mudah dimengerti. Misalnya siswa dapat mencari gambar atau menggambar bagaimana mengangkat mikroskop, menyimpan mikroskop, dan menggunakannya dengan benar.

  3. Siswa diminta untuk mengevaluasi, mengkritik, dan melaporkan cara-cara penanganan mikroskop yang tidak benar yang diamatinya di kelas atau melaporkan pengalamannyadalam belajar memanfaatkan mikroskop dengan tepat.


Rencana Penilaian Portofolio

Petunjuk untuk menilai portofolio


Portofolio harus masuk tanggal: ……………………….

Uraian

Nilai Maksimum

Nilai Siswa

Nilai Guru

  • Bagian A, B, C lengkap

30

………….

…………..

  • Pencapaian tujuan pembelajaran

5

………….

…………..

  • Kekreatifan menyajikan bukti penguasan konsep.

10

………….

…………..

  • Kualitas penjelasan berupa hasil refleksi, kerapian, organisasi

5

………….

…………..

Total

50

………….

…………..

Nilai denga huruf

………….

…………..

…………..

Komentar:



Sumber: Valdez (2001: 42)


Dalam contoh di atas portofolio bulanan itu bernilai 50. Nilai ini dapat digabung dan dirata-rata dengan nilai tes objektif sesuai dengan kebijakan guru.


~ ~ SELAMAT MENCOBA ~ ~



1 Makalah disajikan dalam Pelatihan Guru-guru MGMP Matematika dan Sains SMP dan SMA Kota Malang, 28 Juli 2004.

2 Prof Dra. Herawati Susilo, M.Sc. Ph.D adalah dosen Jurusan Biologi FMIPA dan PPSJ. P. Biologi UM.